Rabu, 26 Juni 2013

Keberhasilan Kota Makassar Meraih Piala Adipura Adalah Wujud Partisipasi Masyarakat

Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh". Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002, dan berlanjut hingga sekarang. Pengertian kota dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu. Peserta program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu kategori kota metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa), kota besar (500.001 - 1.000.000 jiwa), kota sedang (100.001 - 500.000 jiwa), dan kota kecil (sampai dengan 100.000 jiwa). Kriteria Adipura terdiri dari 2 indikator pokok, yaitu: • Indikator kondisi fisik lingkungan perkotaan dalam hal kebersihan dan keteduhan kota • Indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap. Kota Makassar meraih Piala Adipura tahun 1997 di Era Kepemimpinan Malik B. Masri, dan setelah menunggu selama 16 tahun Piala Adipura kembali bisa di raih di bawah kepemimpinan Ilham Arief Sirajuddin, dimana sebelumnya tahun 2012 yang lalu Kota Makassar hanya meraih Piagam Adipura. Keberhasilan tersebut bukan semata-mata keberhasilan dari Pemerintah Kota Makassar, tapi ini merupakan hasil kerja keras seluruh steakholder yang terkait dalam bidang kebersihan dan lingkungan hidup. Terlebih lagi ini merupakan suatu penghargaan tertinggi buat masyarakat Kota Makassar dalam menjaga kebersihan dan lingkungan kota. Kriteria penilaiannya Adipura sangat ketat. Indikatornya bertambah, tidak hanya masalah sampah saja, tapi juga air, udara, ruang terbuka hijau. Untuk pengelolaan sampah, indikator utama yang jadi penilaian adalah bagaimana suatu daerah mengelola sampahnya (manajemen persampahan), dimana harus ada bank sampah, pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pengelolaan Sampah Kota Makassar dalam mengatasi persoalan sampah melakukan berbagai upaya antara lain : • Memberdayakan masyarakat dalam mengelola sampah organik melalui komposter aerob dan keranjang sakti Takakura. • Membentuk usaha kecil menengah (UKM) daur ulang sampah an organik. • Membentuk forum kampung bersih dan hijau (forkasih) yang tersebar di 14 kecamatan. Selain itu dalam pengelolan persampahan Kota Makassar melaksanakan Program Bank Sampah, dimana mekanisme bank sampah Kota Makassar di mulai sejak tahun 2011. Kegiatan ini lahir dari respon masyarakat yang sangat besar pada Program Makassar Green and Clean tahun 2008, dimana wilayah binaan telah lolos dalam beberapa nominasi di nobatkan untuk melakukan proses pengolahan sampah melalui 3R yaitu Reduce adalah mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Reuse adalah menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya. Dan recycle adalah mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat, dan bank sampah agar terus memacu aktivitas masyarakat untuk berperan aktif dalam kebersihan dan pelestarian lingkungan. Adapun dasar hukumnya adalah Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dimana pada pasal 4 “ Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya” dan Pasal 12 (1) “Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga wajib mengurangi dan mengangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan”. Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau sebenarnya juga merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan, seperti juga halnya fasilitassosial lainnya, seperti peribadatan,pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Ruang terbuka hijau juga termasuk salahsatu elemen kota dan kehadirannya dalam suatu kota didasarkan pada ketentuan dan standar-standar tertentu. Ruang terbuka hijau ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman. Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap flora Untuk Kota Makassar ruang terbuka hijaunya sisa 7 % dengan jumlah 104 wilayah yang tersebar dibeberapa kecamatan sehingga RTH di Makassar sudah tidak mampu memenuhi itu, maka yang ditempuh adalah memaksimalkan yang ada, dengan membuat "green roof" atau menghijaukan bagian atas atau teras bangunan. Peran Serta Masyarakat dalam Kebersihan Peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungannya agar tetap bersih sangat besar dan memegang peranan penting, sebab masyarakat adalah pelaku kebersihan sekaligus penerima manfaat langsung dari masyarakat tersebut. Jadi bersih tidaknya suatu daerah sangat tergantung dengan peran serta dan kesadaran masyarakat. Namun bentuk peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan sampah yaitu membayar retribusi sampah, menjaga kebersihan lingkungan dan aktif dalam pengurangan dan penanganan sampah masih sangat kurang dan tidak optimal. Sehingga untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih efektif maka peran serta atau partisipasi masyarakat perlu ditingkatkan secara terus menerus dengan perlu kesadaran dari masyarakat bahwa sampah yang dihasilkan adalah hasil tindakan masyarakat dan menjadi tanggung jawab masyarakat juga. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat diperlukan banyak cara diantaranya : • Dimulai dari diri sendiri dengan memberi contoh kepada masyarakat sekitar dimana kita berada tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan. • Melibatkan tokoh masyarakat yang berpengaruh untuk memberi pengarahan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. • Sertakan para pemuda untuk ikut aktif menjaga kebersihan lingkungan • Kreatif dalam pengelolaan sampah, dengan membuat souvenir atau kerajinan dengan memanfaatkan sampah. • Selalu mengadakan kerja bakti. Kebersihan sebuah cerminan bagi setiap individu dalam menjaga kesehatan yang begitu penting dalam kehidupan sehari-hari. Dan seperti yang kita ketahui bahwa kebersihan merupakan suatu keadaan yang bebas dari segala kotoran, penyakit, dan lain lain, yang dapat merugikan segala aspek yang menyangkut setiap kegiatan dan perilaku lingkungan masyarakat. Dan sebagaimana di ketahui bahwa kehidupan manusia sendiri tidak bisa dipisahkan baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Maka sebagai individu harusnya segala aspek yang ada dalam masyarakat harus dapat menjaga kebersihan lingkungan. Karena tanpa lingkungan yang bersih setiap individu maupun masyarakat akan menderita sebab sebuah faktor yang merugikan seperti kesehatan. Kesehatan itu begitu mahal harganya. Sehingga semuanya harus di olah dengan baik . Lingkungan yang kotor berarti penganggu kesehatan yang juga berarti membuat bibit penyakit. Namun segala sesuatu ada kata perubahan hanya saja dalam segala persoalan-persoalan, semua ini tidak dapat dijalankan tanpa sebuah kesadaran dari setiap individu masyarakat maupun kelompok masyarakat untuk menjaga kebersihan, Maka Kebersihan itu tidak akan berguna dan menimbulkan banyak kerugian, dengan adanya lomba Adipura adalah salah satu upaya treatment kepada daerah untuk dapat memperbaiki segala sesuatu yang behubungan dengan lingkungan, sehingga jauh lebih baik lagi. Sumber: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1673/BAB%20V.pdf?sequence=3 http://drogpatravel.blogspot.com/2013/06/contoh-karya-ilmiah-tentang-kebersihan.html http://www.kanal-satu.com/berita-makassar-raih-piala-adipura.html#ixzz2XIr6gIV6 http://id.wikipedia.org/wiki/Adipura
Selengkapnya...

Strategi Komunikasi Dengan Pendekatan Kearifan Lokal

Kemajuan TIK telah memudahkan masyarakat mendukung informasi melalui Radio, TV, atau internet dengan segala konsekuensinya. Komunikasi tersebut sudah dicampuri berbagai kepentingan, bisa berbentuk opini publik. Namun demikian ada suatu cara komunikasi yang cukup efektif pencapaiannya kepada masyarakat, yakni dengan pendekatan kearifan lokal, antara lain: media pertunjukan rakyat, seperti di Sumatera Barat, setiap media pertunjukan rakyat diiringi dengan Randai, bahwa pertunjukan rakyat yang berbasis kearifan lokal terasa lebih mengena di hati masyarakat. Sehingga menjadi media yang cukup efektif menyampaikan pesan kepada masyarakat, dengan demikian masyarakat akan banyak yang aktif, begitu juga dengan daerah lain. Seni pertunjukan rakyat tang telah berkembang berabad-abad merupakan khazanah budaya nasional yang memiliki kedudukan dan peran khas di hati masyarakat Indonesia. Kedudukan dan peran yang dimaksud, kata dia, tidak semata-mata sebagai seni dan kebudayaan saja, tetapi juga sebagai produk dan aktivitas budaya yang memiliki potensi sebagai sarana penyebaran informasi, pendidikan, penanaman nilai-nilai budaya, dan kontrol sosial masyarakat. Seni pertunjukan rakyat identik dengan media pertunjukan rakyat (MPR) yang menggunakan kesenian rakyat sebagai media penyampaian informasi secara timbal balik (komunikasi dua arah) yang dinilai efektif dan komunikatif.Dengan kata lain, kata dia, "MPR" merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan kesenian rakyat sebagai media (saluran informasi). Dewasa ini mengingat sebagian besar masyarakat masih hidup di perdesaan dengan tatanan yang lebih berorientasi pada kearifan lokal, maka peran "MPR" dipandang masih efektif.

Upaya menggali kearifan lokal dalam masyarakat untuk membangun harmonisasi dalam komunikasi dan hubungan sosial mendapat sambutan yang antusias dari berbagai elemen masyarakat etnis dan agama. Ini terlihat dari kesepahaman mereka dalam melihat kearifan lokal untuk kedamaian dalam masyarakat, yang sesungguhnya ada dalam setiap etnis, berikut kesimpulan pernyataan : “Setiap etnis memiliki kearifan lokal, baik dalam bentuk pantun, pepatah, pribahasa, ungkapan, adat istiadat dsb (Yusriadi, Suriyanto, Hermansyah & Albertus). Sebagai contoh etnis melayu (umumnya) mempunyai pepatah “di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung” . ungkapan ini sangat populer dalam masyarakat Melayu Kalimantan Barat sebagai keharusan untuk menghormati tata krama, adat istiadat, nilai – nilai anutan dan budaya setempat. Dalam etnis Tionghoa Kalbar juga dikenal ungkapan – pepetah – pribahasa “ jip kang sui suan, jip koi sui nyak” yang artinya kira – kira “ jika masuk sungai harus sesuai belokannya, masuk kampung harus sesuai adat setempat” (Suriyanto). Ungkapan ini juga mengandung pilosofi komunikasi yang saling menghargai, menghormati dan menjunjung perbedaan dalam masyarakat”. Bagian dari kearifan lokal yang harus dipahami oleh setiap kita dalam menciptakan dan memelihara kedamaian dalam komunikasi dan hubungan sosial adalah kemampuan untuk memahami diri kita sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, tidak ada yang dilebihkan satu dengan yang lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah adat, baik dalam bentuk kebiasaan yang ada dalam masyarakat maupun sebagai hukum yang dipatuhi. Sebagai sebuah kebiasaan, ia senantiasa hidup dalam diri dan hubungan sosial masyarakat adat, akan tetapi sebagai hukum yang dipatuhi, adat merupakan kesepakatan yang ditegakkan melalui lembaga adat. Karenanya adat suatu masyarakat (etnis, agama dll) mungkin saja – bahkan pasti memiliki perbedaan dengan masyarakat (etnis, agama) lainnya. Pengertian Kearifan Lokal Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal. Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Beberapa Kearifan Lokal dalam Komunikasi Masyarakat Etnis Madura misalnya memiliki beberapa adat yang baik untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan damai seperti selamatan, acara perkawinan, sunnatan, muharraman dan lain–lain. Dalam hal kesenian juga ada yang namanya ronggeng. Kesemuanya ini terbuka bagi keterlibatan–keikutsertaan etnis–bahkan agama lain sekalipun. Di Kampung Jawa kecamatan Sanggau Ledo, masyarakat setempat yang notabene terdiri dari etnis Jawa, Melayu, Dayak, Bugis & Sunda masih memelihara adat bersama seperti selamatan kampung, yakni upacara sukuran yang diadakan di tengah-tengah kampung dengan menghadirkan tokoh agama, tokoh adat dan suku-suku lain, nanti dipimpin seorang lebai (tokoh agama Islam) sebelum berdoa diberi penjelasan tentang makna selamatan kampung tanda syukur pada Allah dan dijauhkan segala bencana. Masyarakat diwajibkan membawa makanan dan membawa alat-alat untuk mencari nafkah misalnya arit, pisau, parang, cangkul dan lain-lain diadakan setiap tahun sekali di bulan Sapar, sedangkan fungsinya untuk mengingat apa yang diberikan Allah kepada kita semua. Tujuannya untuk mengumpulkan masyarakat kita jadi satu walau berbeda suku, agama tapi kita tetap satu, kemuadian ada tolak balak adalah satu tradisi kampung suku Dayak untuk mengusir hama penyakit tanaman kearifan lokal lainnya adalah Rakik Saman yaitu mengelilingi kampung dengan membawa makanan (supaya kampung kita aman dari segala hal disini bermacam suku, agama boleh ikut untuk kepentingan kampung, fungsinya sama dengan tolak bala dalam budaya orang Melayu. Sedangkan tujuannya untuk menyatukan tiap-tiap suku yang ada di kampung kita ini supaya semangat kebersamaan itu tetap lestari. Sementara itu bagi masyarakat Dayak dusun Jawa juga ada adat yang sangat mendukung terwujudnya kedamaian dalam masyarakat, baik dalam bentuk gawai adat, tahun baru padi, pantak, naik dangau, dau juang dan mangkok merah. Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/11/pengertian-kearifan-lokal.html http://www.antaranews.com/berita/376997/pertunjukan-rakyat-media-efektif-penyampai-pesan http://baimstain.blogspot.com/2009/02/kearifan-lokal-dalam-komunikasi.html
Selengkapnya...