Senin, 26 Juli 2010

PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK ( TRAFFICKING )

Oleh : Suhermanto

I. DEFENISI TRAFFICKING

Perekrutan, pengiriman pemindahan ,penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rantan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

II. SEBERAPA BESAR MASALAH TRAFFICKING DI INDONESIA

Statistik untuk trafiking yang konkrit yang dapat diandalkan di Indonesia masih sangat sulit untuk di dapatkan karena keilegalannya dank arena itu, sifatnya tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran cakupan dari masalah ini:

Ø Buruh Migran : Departemen tenega kerja dan transmigrasi memperkirakan bsahwa pada tahun terdapat sekitar 500.000 warga Negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri untuk bekerja melalui jalur resmi. Berbagai LSM di Indonesia ( KOPBUMI) memprkirakan sekitar 1,4-2,1 juta bug=ruh migren perempuan Indonesia saat ini sedang bekerja di luar negri. O rganisasi-organisasi ini juga menyertakan jumlah buruh migren yang tidak berdokumentasi yang melewati jalur-jalur illegal kedalam perkiraan mereka.

Ø PRT : Sebuah laporan dari konferensi ILO – IPEC 2001 memprkirakan bahwa ada sekitar 1,4 juta PRT di Indonesia, dan 23 %nya adalah anak-anak.

Ø Pekerja seks komersial : sebuah laporan organisasi perburuhan dunia ( ILO ) 1998 memprkirakan bahwa ada sekitar 130 .000-240.000 pekerja seks di Indonesia dan sampai 30 % anak-anak dibawah 18 tahun

Meskipun tidak semua pekerja-pekerja tersebut perna ditrafik tetapi itu adalah bidang-bidang dimana trafik ini dikenal sebagai fenonema yang tersebar luas dengan kemungkinan jumlah korban yang sangat besar.

III. BENTUK-BENTUK TRAFFICKING MANUSIA

Bentuk trafficking manusia yang terjadi pada wanita dan anak-anak :

· Kerja paksa seks & eksploitasi seks baik di luar negeri maupun di wilaya Indonesia. Dalam banyak kasus permpuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migren, PRT, Pekrja restoran, penjaga totko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipakssa bekerja pada indusrti seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa permpuan tahun bahwa mereka akan memasuki indusrti seks tetapi mereka ditipu dengan kondisis-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.

· Pembantu rumah tangga (PRT ) baik diluar maupun diwilayah Indonesia.

PRT : baik yang di luar negeri maupun di indobnesia ditrafik kedalam kondisi kerja yang sewenag-wenang termasuk jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan illegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembatu tersebut tidak mencoba melarikan diri.

· Bentuk lain dari kerja migrant – baik luar negri maupun wilaya Indonesia.

Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yamg tidak memerlukan keahlian diparik, restoran, industry cottage, atau took kecil. Beberapa dari buruh migrant ini ditrafik kedalam kondisi kerja yang sewenag-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak ditempat kerja seperti itu melalui jertan hutang,paksaan, atau kekerasan.

· Penari, penghibur dan pertukaran budaya terutama diluar negri.

Perempuan dan anak permpuan dijanjikan menaei sebagai duta budaya, penyainyi atau penghibur dinegara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di indusri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.

· Pengantin pesanan terutama diluar negeri.

Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai isri dari seorang ysang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka dengan kondisi mirip perbudakan, atau menjual mereka ke indusri seks.

· Beberapa Bentuk Buruh / Pekerja Anak Terutama di Indonesia.

Beberapa ( tidak semau ) anak yang berada dijalanan untuk mengemis, mencari ikan dilapas pantai seperti jermal, dan bekerja diperkebunanan telah digrafik kedalam situasi yang mereka hdapi saat ini.

· Trafficking/ penjualan bayi- baik di luar negri maupun di Indonesia.

Beberapa buruh migrant Indonesia ( TKI ) ditipu dengan perkawinan palsu saat di laur negri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi illegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditpu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut kepasar gelap.

IV. FAKTOR PENYEBAB TRAFFICKING

· Kurangnya Kesadaran:

Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia maupun di luar negri tidak mengetahui adanya bahaya trafficking dan tidak mengetahui cara yang dipakai untuk menipu dan menjebak mereka dalam pekerjaan yang mirip perbudakan.

· Kemiskinan:

Kemiskinana telah memaksa banyak keluarga untuk merencanakan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja Karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.

· Keinginan cepat kaya :

Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang bermigrasi rentan tehadap trafficking.

· Faktor budaya :

· Faktor-faktor budaya berikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya trafficking antara lain :

Ø Peran perempuan dalam keluarga : Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan sering kali menjadi pencari nafka tambahan / pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka.

Ø Peran anak dalam keluarga : Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafficking. Buruh / pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja dan buruh anak karena jeratan utang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keluarga.

Ø Perkawinan Dini : Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali juga perceeraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentang terhadap trafficking disebabkan oleh kerakuhan ekonomi mereka.

Ø Sejarah pekerjaan kerena jeratan utang : Pratek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi menopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orng yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentang tehadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang yang mirip denga pebudakan.

· Kurang pencatatan kelahiran:

Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafficking karena usia dan kewarga negaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya lebih mudah diwalikan keorang dewasa manapun yang memintanya.

· Kurangnya pendidikan :

Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian / skil dan kesempatan kerja, mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.

· Korupsi dan lemahnya penegahan hokum :

Pejabat penegak hokum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafficking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat criminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar member informasi yang tidak benar, antara lain : Pada kartu tanda pengenal ( KTP ), Akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentang terhadap trafficking karena migrasi illegal. Kurangnya bajak atau anggaran dana Negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafficking menghalangi kemampuan para penegak hokum untuk secara efektif menjerahkan dan menuntut pelaku trafficking.

V. PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

( PERDANGAN PEREMPUAN DAN ANAK “TRAFFICKING “ )

Ketika berbicara hokum, setidaknya bisah dibedakan dalam proses pembuatannya ( “legislasi “ ) dan penegakannya ( “ law enforcement “ ). Sesuai dengan pembagian kekuasaan Negara berdasarkan konstitusi, kedua aspek itu dilakukan oleh kekuasaan yang berbeda legislasi oleh DPR dan pemerintah, law enforcement dilakukan oleh kekuasaan kehakiman dalam hal ini mahkama agung.

Ketika berbicara hokum dari segi fungsinya maka “ pengalaman masyarakat” tentang bagaimana jalannya hokum adalah merupakan indicator. Dengan kata lain, dari sudut kepentinga masyarakat maka law enforcement “ yang paling relevan. Sebab hokum bukan untuk kepentingan selain daripada masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, fungsi hokum kita beri makna secara formal dengan “ pengayoman “. Dengan demikian hokum bilah didefenisikan dari prespektif masyarakat adalah pengalaman itu sendiri, jadi law experience.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka tanda kutip ” trafficking” ( perdangan perempuan dan anak ) perlu menjadi perhatian semua pihak, shususnya di bidang penegakan hokum dalam penerapannya secara tegas diatur oleh Undang-Undang.

· Kitab undang-undang hokum pidana ( K.U.H.P ) Pasal 297 berbunyi : “Memperniagakan permpuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya 6 tahun”.

Yang dimaksud dengan perniagaan atau perdangan perempuan “ ialah melakukan perbuatan-perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan perempuan guna pelacuran.

Maksud pula disini mereka yang biasanya mencari perempuan-perempuan mudah untuk dikirimkan keluar negri yang maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran.

Menurut pasal ini berlaku juga jika perdangan orang laki-laki, tetapi laki-laki yang belum dewasa ( anak dibawah umur ).

· Undang-undang Repoblik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 74 diuraikan sebagai berikut:

1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud pada ayat ( 1 ) meliputi :

a) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya ;

b) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c) Segalah pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdangan minuman keras, narkotika, spikotropika, dan zat adiktif lainya; dan /atau

d) Semua pekerjaan membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Ketentuan pidana ( UU RI No. 13 Tahun Tentang Ketenagakerjaan ).

Pasal 183 disebutkan sebagai berikut :

1). Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 74, dikenakan sansi pidana penjara paling singkat ( 2 ) Tahun dan paling lama ( 5 ) Tahun dan / atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000.( Dua Ratus Juta Rupiah ) dan paling banyak Rp. 500.000.000. ( Lima Ratus Juta Rupiah )

2).Tindak pidana sebagai mana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar