Kamis, 14 Mei 2009

JURNALISME ONLINE

Oleh
Yayat D. Hadiyat


Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dekade terakhir ini telah membawa perubahan besar dalam industri komunikasi yang memungkinkan terjadinya konvergensi media dengan menggabungkan media massa konvensional dengan teknologi komunikasi. Hal ini dapat terlihat padamedia cetak besar yang ada di Indonesia memanfaatkan teknologi komunikasi dengan membuat portal berita online. Konvergensi media ini pula melahirkan juranlisme baru yaitu jurnalisme online.

jurnalisme online adalah proses penyampaian informasi atau pesan yang menggunakan internet sebagai mediadnya sehingga mempermudah jurnalis dalam melakukan tugasnya. Jurnalisme online lahir pada tanggal 19 januari 1998, ketika mark Drugle memebeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut monicagate.Ketika itu Drugde berbekal sebuuah laptop dan modern, menyiarkan berita tentang monicagate melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian cerita monicagate.
(http://ranidwilestari.blogsome.com/2007/01/12/jurnalisme-online-to-be-continued-2/)

Kelbihan jurnalisme online, seperti yang tertulis dalam buku Online Journalism. Principles and Practices of News for The Web (Holcomb Hathaway Pulblishers,2005):
  1. Audience Control : Jurnalisme Online memungkinkan audiens untuk bisa lebih leluasa damalm memilih berita yang ingin didapatkannya.
  2. Nonlinearity : Jurnalisme Online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga audiencetidak harus membaca secara berurutan untuk memahami berita tersebut.
  3. Storage and Retrival : Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali secara mudah oleh audiens.
  4. Unlimited Space : Jurnalisme online memungkinkan jumlah beriata yang disampaikan / ditanyangkan kepada audiens dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
  5. Immediacy : Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada audiens.
  6. Multimedia Capability : Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya didalam berita yang akan diterima oleh audiens.
  7. Interactivity : Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audiens dalam seetiap berita.

Perkembangan jurnalisme online yang sangat pesat dapat menimbulkan sejumlah masalah antara lain seperti yang dikemukakan oleh Nicholas Johnson(njohnson@inav.net) mantan Komisioner Komisi Komunikasi Amerika Serikat (AS) dan penulis buku How to Talk Back to Your Television Set yang juga Dosen Ilmu Hukum di Iowa College of Law (AS) yang dikutip dari makalah Ranjau-Ranjau dan Kode etik Jurnalis Online Oleh Priyambodo R : menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan karakter/reputasi seseorang,menyebarkan kebencian, rasialis, dan mempertentangkan ajaran agama, menyebarkan hal-hal tidak bermoral, mengabaikan kaidah kepatutan menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum, dan perudungan seksual terhadap anak-anak, menerapkan kecurangan dan tidak jujur, termasuk menyampaikan promosi/iklan palsu, melanggar dan mengabaikan hak cipta (copyright) dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI, atau Intelectual Property Right /IPR). Untuk terhindar dari masalah hukum terkait dengan pemberitaan pada jurnalisme inlie, Cunny Graduate School of Journalism yang didukung Knight Foundation melalui Websitenya di Http://www.kcnn.org mengemukakan sepuluh langkah utamabagi cyberjournalist - termasuk kalangan citizen journalist dan bloger- dalam melakukan pemberitaan, yakni :
  1. Periksa dan periksa ulang fakta,
  2. Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas.
  3. Perhatikan kaidah hukum,
  4. Pertimbangkan setiap pendapat,
  5. Utarakan rahasia secara selektif,
  6. Hati-hati terhadap apa yang diutarakan,
  7. pelajari batas daya ingat,
  8. Jangan lakukan pelecehan,
  9. Hindari konflik kepentingan,
  10. Peduli nasihat hukum.
Prinsip-prinsip berperilaku dan beretika bagi cyberjournalist juga dikumandangkan oleh Poynter (http://www.poynter.org) salah satu organisasi di AS yang menjadi acuan kalangangan cyberjournalist lantaran senantiasa membuka wacana untuk perkembangan cyberjournaslism dengan melibatkan kalangan pakar dan praktisi multimedia massa sedunia. Poynter senantiasa mengingatkan kalangan cyberjournalist untuk menelaah perkembangan internet lantaran secara langsung mempengaruhi perilaku dan aturan main di abad digital. Salain itu, jurnalis ber-internet dituntut untuk lebih memperhatikan kecendrungan aktual menyangkut kredibilitas dan akurasi, transparansi dan multimedia massa, serta harus waspada terhadap kecepatan penyampaian berita yang seimbang dengan kapasitas akurasinya. Beberapa hal utama yang ditekankan Poynter menyangkut profesi jurnalis dan organisasi multimedia massa adalah sebagai berikut :
  1. Integritas keredaksian, karena hal ini sanagt penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligus mengaja kredibilitas.
  2. Keterbukaan komunikasi di kalangan redaksi dengan pemesaran dalam organisasi multimedia massa, sehingga dapat memanfaatkan peluang ekonomi guna meraih keuntungan dari kecendrungan pertumbuhan bisnis internet.
  3. Riset Pasar dan menentukan ukuran berbisnis menjadi salah satu alat penting dalam menentukan arah kebijakan/ panduan mengembangkan bisnis isi berita (content), dan bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mendapatkan keuntungan sekaligus memberikan pelayanan informasi ke publik.
  4. Pengalaman konsumen menjadi hal utama, sehingga perlu senantiasa mengevaluasi berbagai model promosi/iklan guna mengetahui keinginan publik yang secara signifikan perlu diperhatikan organisasi multimedia massa.
Sementara itu Paul Bradshaw dari Online Journalis Blog (www.onlinejournalismblog.com) prinsip jurnalisme online sebagai berikut:
  1. Brevity (Ringkas) : tulisan jangan bertle-tele namun bukan berarti tulisan harus pendek namu tulisan yang panjang dapat diringkas dalam beberapa tulisan pendek sehingga lebih mudah dibaca dan dipahami.
  2. Adaptability ( mampu beradaptasi) : Perkembangan teknologi komunikasi memaksa jurnalis harus mampu beradaptasi dengan hal tersebut. Seorang jurnalis tidak hanya mampu menulis berita tapi juga harus mampu menggunakan video, kamera dan lainnya. Tak hanya jurnalis yang harus beradaptasi, informasipun harus beradaptasi.
  3. Scannabillity (mampu dipindai) : Sebagian besar pengguna situs berita online mencari sesuatu yang spesifik. Tujuh puluh sembilan persen dari pengguna melakuakan scan halaman Web. Mereka mencari informasi utama,subheadings, link, dan hal lain yang membantu mereka menavigasi teks pada layar. Hal ini didasarkan asumsi bahwa pengguna tidak betah berlama-lama melihat monitor. Bradshaw menekankan pentingnya dua kata pertama sebagai judul untuk menarik perhatian pembaca.
  4. Interactivity (interaktif) : memeberikan keleluasaan pada pembaca situs untuk memanfaatkan apa yang ditampilkan sesuai kehendak mereka atau dengan kata lain, membiarkan pemirsa (viewer/reader) menjadi pengguna (user).
  5. Community and Conversation ; beberapa tahun yang lalu, email merupakan hal yang paling populer digunakan oleh pengguna internet, namun belakangan ini mulai tergantikan dengan jaringan sosial dan pesan-pesan pendek yang menunjukkan kalau pengguna tidak hanya ingin bersikap pasif dalam menggunakan konten online.

Mereka ingin mengunakan, membuat, dan melakuakan pertukaran informasi dan membentuk jaringan ataupun komunitas We are all journalists noe adalah artikel yang ditulis oleh Michael Geist dalam surat kabar Toronto Star edisi 5 juni 2006 dan hal ini menjadi mungkin sering perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, banyak medium yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk memilih dan mendapatkan berita secara mudah dan cepat. Dengan hadirnya jurnalisme online, jurnalisme pun tidak lagi terbatas terbitan atau penyiaran instansi media massa. Berlandaskan khadiran citizen journalism, perseorangan tanpa perusahaan media massa bisa menjadi jurnalis sekarang. namun tentu saja harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang besar terhadap tulisan yang dihasilkan.
Selengkapnya...

Selasa, 12 Mei 2009

REFLEKSI HARI LAHIRNYA PANCASILA “Pancasila sebagai Ideologi Negara”

Oleh : Ir. Asriawan

Oleh : Ir. Asriawan

Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara. Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu idea dan logia. Idea berasal dari idein yang berarti melihat. Idea juga diartikan sesuatu yang ada di dalam pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu pemikiran atau rencana. Kata logia mengandung makna ilmu pengetahuan atau teori, sedang kata logis berasal dari kata logos dari kata legein yaitu berbicara. Istilah ideologi sendiri pertama kali dilontarkan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754 - 1836), ketika bergejolaknya Revolusi Prancis untuk mendefinisikan sains tentang ide. Jadi dapat disimpulkan secara bahasa, ideologi adalah pengucapan atau pengutaraan terhadap sesuatu yang terumus di dalam pikiran.


Dalam tinjauan terminologis, ideology is Manner or content of thinking characteristic of an individual or class (cara hidup/ tingkah laku atau hasil pemikiran yang menunjukan sifat-sifat tertentu dari seorang individu atau suatu kelas). Ideologi adalah ideas characteristic of a school of thinkers a class of society, a plotitical party or the like(watak/ ciri-ciri hasil pemikiran dari pemikiran suatu kelas di dalam masyarakat atau partai politik atau pun lainnya). Ideologi ternyata memiliki beberapa sifat, yaitu dia harus merupakan pemikiran mendasar dan rasional. Kedua, dari pemikiran mendasar ini dia harus bisa memancarkan sistem untuk mengatur kehidupan. Ketiga, selain kedua hal tadi, dia juga harus memiliki metode praktis bagaimana ideologi tersebut bisa diterapkan, dijaga eksistesinya dan disebarkan.


Pancasila sebagaimana kita yakini merupakan jiwa, kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Disamping itu juga telah dibuktikan dengan kenyataan sejarah bahawa Pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan karena menjadikan bangsa Indonesia bersatu.Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar dalam mengatur kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai kandungan Pancasila dilestarikan dari generasi ke generasi. Pancasila pertama kali dikumandangkan oleh Soekarno pada saat berlangsungnya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI).

Seperti kita ketahui Pancasila terdiri 5 butir Pancasila yaitu :

1. ketuhanan yang maha esa

2. kemanusian yang adil dan beradap

3. persatuan Indonesia

4. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Dari dasar ini pula, bahwa suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang beragama.


Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya tentu lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal hukum universal. Kesadaran inilah yang menjadi semangat membangun kehidupan masyarakat dan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih, serta dapat diimplementasikan dalam bentuk sikap hidup yang harmoni penuh toleransi dan damai.


Persatuan (Kebangsaan) Indonesia

Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai Marauke. Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dari dunia luar. Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dalam proses sejarah perjuangan panjang dan terdiri dari bermacam-macam kelompok suku bangsa, namun perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan tetapi justru dijadikan persatuan Indonesia.

Permusyawaratan dan Perwakilan

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan orang lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama. Prinsip-prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk membangkitkan bangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan. Hikmah kebijaksanaan adalah kondisi sosial yang menampilkan rakyat berpikir dalam tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit.


Keadilan Sosial

Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa. Itu semua bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik, dimana setiap anggotanya mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada kemampuan aslinya. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.

Selama ini Pancasila tidak pernah lagi dihayati secara sungguh-sungguh dalam kehidupan bernegara sehingga negara morat-marit dan korupsi terjadi di mana-mana.Negara harus diselamatkan, dan salah satu caranya adalah menyelamatkan ideologi negara yang merupakan tugas bersama.

Konsekuensi pilihan terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa itu adalah keharusan, kesediaan dan kemauan segenap elemen bangsa tanpa kecuali, untuk memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam aktivitas hidup berbangsa dan bernegara.


kondisi faktual menunjukkan nilai-nilai Pancasila mengalami keterpinggiran dari kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri. Akibatnya, di tengah berbagai capaian kemajuan dan keberhasilan bangsa, muncul bermacam persoalan kebangsaan yang membawa ancaman terhadap pilar-pilar kebangsaan. Konflik dan keresahan sosial mudah terjadi, dipicu oleh perbedaan latar belakang etnisitas, agama dan sebagainya. Kesantunan, toleransi dan tepa selira yang menjadi karakter orisinil bangsa kita meluntur karena penetrasi pemikiran dan tindakan individualistik.


Melihat kenyataan bahwa Pancasila semakin terpinggirkan, maka diperlukan kesadaran kolektif segenap elemen bangsa untuk merevitalisasi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Kesadaran kolektif merupakan prasyarat dan modal utama untuk dapat melihat secara utuh Pancasila sebagai nilai-nilai yang menjadi landasan fundamental bangsa Indonesia dalam membangun kerukunan, keserasian, keharmonisan, keadilan, dan kesejahteraan diantara sesama warga Indonesia.


Pancasila merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang masyarakat yang baik. Pancasila memuat keharusan-keharusan yang bukan saja dialihkan kepada warga masyarakat, tetapi yang utama justru ditujukan kepada penyelenggara negara, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Agar segala aturan dan kebijakan yang ditempuh dalam menyelenggarakan negara dilandasi dan berorientasi pada nilai-nilai Pancasila.



Hal kedua, Pancasila merupakan ideologi dan inspirasi untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang rukun, harmonis dan jauh dari perilaku mendahulukan kepentingan kelompok atau golongan. Hal ketiga, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal adalah empat pilar yang harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan hal keempat, diperlukan rencana aksi nasional oleh suatu lembaga untuk melakukan sosialisasi dan penguatan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan Pancasila dan Konstitusi.

Landasan Filosofis Pancasila.

Pancasila dikenal sebagai filosofi Negara Indonesia. Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”. Pernyataan dan pendapatnya tersebut kemudian diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo. Ketetapan No. V/MPR/1973. Pernyataan tersebut diperkuat juga oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan demikian, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.

Dengan demikian, landasan Filsafat Pancasila merupakan harmonisasi dari nilai-nilai dan norma-norma utuh yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yang bertujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh agar menjadi landasan filsafat yang sesuai dengan keperibadian dan cita-cita Bangsa.

Adapun bentuk Filsafat Pancasila sendiri digolongkan sebagai berikut :

- Bersifat religius yang berarti dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia.

- Memiliki arti praktis yang berarti dalam proses pemahamannya tidak sekedar mencari kebenaran dan kebijaksanaan, serta hasrat ingin tahu, tapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life / weltanschaung) agar mencapai kebahagiaan lahir dan bathin, dunia maupun akhirat (Pancasilais).

Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia

1. Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera (Wellfare State).

2. Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Grondslag) dari negara, ideologi negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta pemerintahan negara.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum yang antara lain sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum.

3. Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Keperibadian bangsa tetap berakar dari keperibadian individual dalam masyarakat yang pancasilais serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan filsafat Pancasila.

Bukti Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Bukti yang menyatakan Falsafah Pancasila digunakan sebagai dasar falsafah Negara Indonesia dapat kita temukan dalam dokumen-dokumen historis dan perundang-undangan negara Indonesia, antara lain

1. Naskah Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.

2. Naskah Politik bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (Piagam Jakarta).

3. Naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.

4. Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.

5. Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950.

6. Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.

7. Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya adalah sebagaimana nilai-nilainya yang bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia, menjadi wadah yang fleksibel bagi faham-faham positif untuk berkembang dan menjadi dasar ketentuan yang menolak faham-faham yang bertentangan seperti Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama, Kolonialisme, Diktatorisme, Kapitalis, dan lain-lain.

http://denchiel78.blogspot.com/2010/05/pancasila-sebagai-ideologi-bangsa_371.html

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&jd=Penguatan+Pancasila+sebagai+Dasar+Ideologi+Negara&dn=20110527104411

http://www.anakciremai.com/2011/01/pancasila-sebagai-falsafah-bangsa.html

Selengkapnya...

Rabu, 06 Mei 2009

KECEMASAN INFORMASI

Oleh :

Faisal Abdi



Salah satu ciri masa kini adalah berlimpah-ruahnya informasi dan menigkatnya kegiatan informasi. Waktu makin banyak diperlukan guna mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisanya. Begitu pula dengan keperluan biasa informasi, baik untuk alat, ruangan, tenaga dan bagi organisasi besar, untuk “ Sistem informasi .“Belum lagi jika ingin menjaga agar tidak ketinggalan dari organisasi lain. Manajer atau eksekutif modern rasanya kurang lengkap, kurang siap, seolah-olah kurang tanggung jawab, kalau tidak selalu dapat berhubungan atau dihubungi oleh jaringan informasinya dimanapun ia berada dan sedang ke manapun ia pergi.

Bukankah ini Era Informasi? Dalam zaman ini informasi makin penting, unsur mutlak dalam mengelola organisasi manapun dalam mengejar tujuan masing-masing. Bukan saja dalam manajemen perekonomian atau dunia usaha, tetapi juga dalam pelaksanaan pemerintahan, politik, pertahanan keamanan, bidang sosil budaya,atau dunia akademi. Tergantung dilihat dari sudut mana, maka informasi adalah kekuasaan (power), uang, unsure penentu nilai tambah pengetahuan. Bukan saja dalam dalam arti kiasan tetapi juga dalam kehidupan rill, sebagai tercermin pada kartu kredit, rekomendasi,lambang status. Mungkin benar apa yang dikatakan Toffler dalam power shift, bahwa penguasaan informasi dapat mendorong pergeseran kekuasaan dalam segala bidang.

KECEMASAN INFORMASI
Namun di era ini pula, pekerjaan manajemen yang sebagian besar bertumpu pada informasi tidak makin mudah. Pengambilan keputusan belum tentu lebih ceptat dan sederhana, meskipun informasi berlebih. Banyak organisasi besar yang jatuh, mundur atau kurang berhasil karena tidak dapat atau tidak tepat memanfaatkan informasi. Kata akhir tertangguh-tangguh dan terus direevaluasi karena menghadapi arus informasi yang tidak kunjung henti atau menunggu informasi yang lebih lengkap atau paling relevan. Informasi tidak sempat dinilai atau dipahami. Berbagai situasi dan dampak baru mulai muncul tanpa disadari secara meluas. Begitu banyak jumlah dan ragamnya informasi sehingga masyarakat, tidak terkecuali para eksekutif, kini makin banyak membaca tanpa komprehensi, melihat tanpa persepsi, mendengarkan (hearing) tanpa mendengarkan (Listening).

Menurut Richard Wurman, seorang seorang konsultan yang mengalihkan diri dalam hal ini, setiap orang zaman sekarang pernah mengalami kecemasan informasi (KI), sehingga mempengaruhi kehidupan dan pekerjaanya. Hanya bobot kecemasan yang berlainan dari yang satu ke yang lainnya. Kecemasan itu mulai berkembang jika informasi udah sulit ditangani.
Berbagai ilustrasi yang dikemukakannya, menunjukkan bahwa KI mulai menggejala. Anda mempunyai segudang informasi, tetapi bukan yang anda perlukan untuk sesuatu yang tertentu; yang dicari jusrtu tidak bertemu. Pengambilan keputusan ditunda menunggu informasi yang belum tentu datang, padahal yang telah tersedia sebenarnya sudah cukup tanpa diketahui. Informasi sudah ditangan tetapi anda masih saja merasa belum cukup dan tetap meminta keterangan lagi. Tempat surat masuk (Inbox) anda yang jauh lebih penuh dan bertambah terus, sedangkan surat keluar (outbox) tetap tidak pernah berisi, menunjukkan kekhawatiran mengenai informasi yang anda terima.
Menilik tanda-tanda yang dikemukakannya, KI rupanya makin meluas. Gejalanya dapat pula dipantau secara global dan berkembang dalam berbagai bentuk, termasuk di Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, secara garis besar tanda-tanda atau gejala ini dapat kita kelompokkan dalam beberapa jenis KI :
1. Ketidak berdayaan menghadapi informasi. Perasaan terlanda (over Whelmed) , tertutupi atau tenggelam dalam arus informasi yang luar biasa besar dan deras. Menerima dan mengumpulkan saja segala informasi yang dating tanpa sempat memilah-milah dan mensistematiskan menurut keperluan diri sendiri.

2. Kecemasan akan kekurangan informasi. Meskipun banyak menerima informasi, selalu berusa mengumpulkan segala macam secara obsesif, tanpa sesuatu gambaran mengenai kemungkinan kegunaanya. Khawatir bahwa orang lain mempunyai informasi lebih, yang dapat dipergunakan dalam kompetisi dengan kita. Contoh : “ penonton otomaton “ yang rutin dan tanpa rencana mengikuti siaran apa saja agar tidak meluputkan informasi apapun yang mungkin muncul dan akan berkembang menjadi isyu, tpik pembicaraan atau masalah. Begitu pula perilaku yang dapat dijuluki sebagai perilaku “pemulung” dan “penguntil” informasi, serta”pecandu kopi” baik kopi kertas (fotocopy) maupun”kopi lunak”(Sofware).

3. Pemahaman informasi, atau lebih tepatnya : kekurangan pemahamanmengenai makna dan nilai informasi. Mempunyai banyak informasi tetapi tidak mampu memahami sehingga tidak dapat memanfaatkan secara efisien dan efektif. Gejalanya dapat disebut sebagai”panic semantik”, informasi tanpa konteks, atau pemubaziran informasi. Ini tercermin, misalnya dalam bentuk pengaguman terhadap data atau penyajian, ketidakmampuan menafsirkan dan memakai informasisecara tepat,dsb.

4. Kekhawatiran teknologi. Perasaan dikuasai oleh teknologi komunikasi dan informasi yang tidak dipahami dan belum merupakan budaya sendiri, sehingga menimbulkan kecemasan terhadap”keharusan teknologi’ (technologi imperative). Geajala ini tercermin dalam pemasangan peralatan yang kurang terencana, penggunaan teknologi yang tidak efisien, computer sebagai hiasan, kecemasan menghadapi kalangan teknologi (penjual,konsultan, bahkan staf sendiri).
Berbagai jenis kecemasan informasi ini dapat dilihat pada berbagai sektor kehidupan di Indonesia. Diluar kecemasan perorangan, perilaku yang mencerminkan adanya KI sebenarnya dapat dilihat dalamberbagai organisasi, baik swasta maupun Pemerintah.
Banyak diantaranya sering disinyalir sebagai masalah manajeemen dan sumber daya manusia. Tetapi gejala-gejla tersebut belum dihubungkan dengan masalah informasi atau dikenal sebagai akibat kecemasan informasi selama ini. Untuk menyebut contoh, perhatikan masalah pelaporan yang banyak ditemui, misalnya: hanya berupa uraian kronologis, tidak menguraikan sesuatu substansi, penuh statistik atau grafik yang bagus, tetapi tidak menjelaskan implikasinya. Contoh lain : buku pedoman yang hanya berisi sambutan. Bahan penerangan yang tidak informative, memuat tema atau slogan namun tidak menjelaskan apa yang harus dilakukan. Banyaknya Yes man yang mnyetujui apa saja tanpa mendengarkan penjelasan lengkap karena sebenarnya tidak memahami informasi yang dibahas. Demikian pula dengan kurangnya keterbukaan dalam diskusi. Tidak mau adu argumentasi, karena tidak menguasai informasi yang ada. Berbagai-bagai keadaan ini pada pokoknya menunjukkan kecemasan dalam menghadapi dan melakukan tindak informasi.

SUMBER KECEMASAN
Mengapa timbul kecmasan informasi? Apa sebabnya KI justru muncul di Era Informasi?
Banyak sumber KI, tetapi yang paling utama adalah : dinamika informasi dan komunikasi, “ peledakan” informasi (information explosion) dan percepatan laju pertumbuhan informasi dengan segala penyebabnya, serta globalisasi perubahan yang sekarang sedang terjadi.
Dinamika informasi. Dalam zaman perubahan menjelang abad ke 21 ini, informasi makin dinamis dalam segala aspeknya. Arti dan kegunaan informasi tidak lagi sederhana, gambling, langsung kelihatan seperti sediakala, tetapi makin kompleks sesuai perubahan masyarakat.
Selengkapnya...