Rabu, 06 Mei 2009

KECEMASAN INFORMASI

Oleh :

Faisal Abdi



Salah satu ciri masa kini adalah berlimpah-ruahnya informasi dan menigkatnya kegiatan informasi. Waktu makin banyak diperlukan guna mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisanya. Begitu pula dengan keperluan biasa informasi, baik untuk alat, ruangan, tenaga dan bagi organisasi besar, untuk “ Sistem informasi .“Belum lagi jika ingin menjaga agar tidak ketinggalan dari organisasi lain. Manajer atau eksekutif modern rasanya kurang lengkap, kurang siap, seolah-olah kurang tanggung jawab, kalau tidak selalu dapat berhubungan atau dihubungi oleh jaringan informasinya dimanapun ia berada dan sedang ke manapun ia pergi.

Bukankah ini Era Informasi? Dalam zaman ini informasi makin penting, unsur mutlak dalam mengelola organisasi manapun dalam mengejar tujuan masing-masing. Bukan saja dalam manajemen perekonomian atau dunia usaha, tetapi juga dalam pelaksanaan pemerintahan, politik, pertahanan keamanan, bidang sosil budaya,atau dunia akademi. Tergantung dilihat dari sudut mana, maka informasi adalah kekuasaan (power), uang, unsure penentu nilai tambah pengetahuan. Bukan saja dalam dalam arti kiasan tetapi juga dalam kehidupan rill, sebagai tercermin pada kartu kredit, rekomendasi,lambang status. Mungkin benar apa yang dikatakan Toffler dalam power shift, bahwa penguasaan informasi dapat mendorong pergeseran kekuasaan dalam segala bidang.

KECEMASAN INFORMASI
Namun di era ini pula, pekerjaan manajemen yang sebagian besar bertumpu pada informasi tidak makin mudah. Pengambilan keputusan belum tentu lebih ceptat dan sederhana, meskipun informasi berlebih. Banyak organisasi besar yang jatuh, mundur atau kurang berhasil karena tidak dapat atau tidak tepat memanfaatkan informasi. Kata akhir tertangguh-tangguh dan terus direevaluasi karena menghadapi arus informasi yang tidak kunjung henti atau menunggu informasi yang lebih lengkap atau paling relevan. Informasi tidak sempat dinilai atau dipahami. Berbagai situasi dan dampak baru mulai muncul tanpa disadari secara meluas. Begitu banyak jumlah dan ragamnya informasi sehingga masyarakat, tidak terkecuali para eksekutif, kini makin banyak membaca tanpa komprehensi, melihat tanpa persepsi, mendengarkan (hearing) tanpa mendengarkan (Listening).

Menurut Richard Wurman, seorang seorang konsultan yang mengalihkan diri dalam hal ini, setiap orang zaman sekarang pernah mengalami kecemasan informasi (KI), sehingga mempengaruhi kehidupan dan pekerjaanya. Hanya bobot kecemasan yang berlainan dari yang satu ke yang lainnya. Kecemasan itu mulai berkembang jika informasi udah sulit ditangani.
Berbagai ilustrasi yang dikemukakannya, menunjukkan bahwa KI mulai menggejala. Anda mempunyai segudang informasi, tetapi bukan yang anda perlukan untuk sesuatu yang tertentu; yang dicari jusrtu tidak bertemu. Pengambilan keputusan ditunda menunggu informasi yang belum tentu datang, padahal yang telah tersedia sebenarnya sudah cukup tanpa diketahui. Informasi sudah ditangan tetapi anda masih saja merasa belum cukup dan tetap meminta keterangan lagi. Tempat surat masuk (Inbox) anda yang jauh lebih penuh dan bertambah terus, sedangkan surat keluar (outbox) tetap tidak pernah berisi, menunjukkan kekhawatiran mengenai informasi yang anda terima.
Menilik tanda-tanda yang dikemukakannya, KI rupanya makin meluas. Gejalanya dapat pula dipantau secara global dan berkembang dalam berbagai bentuk, termasuk di Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, secara garis besar tanda-tanda atau gejala ini dapat kita kelompokkan dalam beberapa jenis KI :
1. Ketidak berdayaan menghadapi informasi. Perasaan terlanda (over Whelmed) , tertutupi atau tenggelam dalam arus informasi yang luar biasa besar dan deras. Menerima dan mengumpulkan saja segala informasi yang dating tanpa sempat memilah-milah dan mensistematiskan menurut keperluan diri sendiri.

2. Kecemasan akan kekurangan informasi. Meskipun banyak menerima informasi, selalu berusa mengumpulkan segala macam secara obsesif, tanpa sesuatu gambaran mengenai kemungkinan kegunaanya. Khawatir bahwa orang lain mempunyai informasi lebih, yang dapat dipergunakan dalam kompetisi dengan kita. Contoh : “ penonton otomaton “ yang rutin dan tanpa rencana mengikuti siaran apa saja agar tidak meluputkan informasi apapun yang mungkin muncul dan akan berkembang menjadi isyu, tpik pembicaraan atau masalah. Begitu pula perilaku yang dapat dijuluki sebagai perilaku “pemulung” dan “penguntil” informasi, serta”pecandu kopi” baik kopi kertas (fotocopy) maupun”kopi lunak”(Sofware).

3. Pemahaman informasi, atau lebih tepatnya : kekurangan pemahamanmengenai makna dan nilai informasi. Mempunyai banyak informasi tetapi tidak mampu memahami sehingga tidak dapat memanfaatkan secara efisien dan efektif. Gejalanya dapat disebut sebagai”panic semantik”, informasi tanpa konteks, atau pemubaziran informasi. Ini tercermin, misalnya dalam bentuk pengaguman terhadap data atau penyajian, ketidakmampuan menafsirkan dan memakai informasisecara tepat,dsb.

4. Kekhawatiran teknologi. Perasaan dikuasai oleh teknologi komunikasi dan informasi yang tidak dipahami dan belum merupakan budaya sendiri, sehingga menimbulkan kecemasan terhadap”keharusan teknologi’ (technologi imperative). Geajala ini tercermin dalam pemasangan peralatan yang kurang terencana, penggunaan teknologi yang tidak efisien, computer sebagai hiasan, kecemasan menghadapi kalangan teknologi (penjual,konsultan, bahkan staf sendiri).
Berbagai jenis kecemasan informasi ini dapat dilihat pada berbagai sektor kehidupan di Indonesia. Diluar kecemasan perorangan, perilaku yang mencerminkan adanya KI sebenarnya dapat dilihat dalamberbagai organisasi, baik swasta maupun Pemerintah.
Banyak diantaranya sering disinyalir sebagai masalah manajeemen dan sumber daya manusia. Tetapi gejala-gejla tersebut belum dihubungkan dengan masalah informasi atau dikenal sebagai akibat kecemasan informasi selama ini. Untuk menyebut contoh, perhatikan masalah pelaporan yang banyak ditemui, misalnya: hanya berupa uraian kronologis, tidak menguraikan sesuatu substansi, penuh statistik atau grafik yang bagus, tetapi tidak menjelaskan implikasinya. Contoh lain : buku pedoman yang hanya berisi sambutan. Bahan penerangan yang tidak informative, memuat tema atau slogan namun tidak menjelaskan apa yang harus dilakukan. Banyaknya Yes man yang mnyetujui apa saja tanpa mendengarkan penjelasan lengkap karena sebenarnya tidak memahami informasi yang dibahas. Demikian pula dengan kurangnya keterbukaan dalam diskusi. Tidak mau adu argumentasi, karena tidak menguasai informasi yang ada. Berbagai-bagai keadaan ini pada pokoknya menunjukkan kecemasan dalam menghadapi dan melakukan tindak informasi.

SUMBER KECEMASAN
Mengapa timbul kecmasan informasi? Apa sebabnya KI justru muncul di Era Informasi?
Banyak sumber KI, tetapi yang paling utama adalah : dinamika informasi dan komunikasi, “ peledakan” informasi (information explosion) dan percepatan laju pertumbuhan informasi dengan segala penyebabnya, serta globalisasi perubahan yang sekarang sedang terjadi.
Dinamika informasi. Dalam zaman perubahan menjelang abad ke 21 ini, informasi makin dinamis dalam segala aspeknya. Arti dan kegunaan informasi tidak lagi sederhana, gambling, langsung kelihatan seperti sediakala, tetapi makin kompleks sesuai perubahan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar