Senin, 20 September 2010

SILATURAHMI, HALAL BIHALAL DISAAT LEBARAN DIKAITKAN DENGAN USIA PANJANG

Oleh : Hamtina

Seiring dengan semakin majunya peradaban manusia, manusia semakin enggan memupuk hubungan yang ramah dan akrab dengan sesamanya hal ini disebabkan faktor kesibukan masing-masing dimana kita tidak ingin ketinggalan dengan lainnya, terkadang kesibukan membuat kita lupa akan orang-orang disekeliling. Keinginan manusia untuk maju sangat manusiawi sekali di saat sekarang ini dan tidak bisa dihindarkan walaupun memiliki dampak yang baik dan buruk, dampak yang baik membuat kita tidak ketinggalan baik dalam bidang ekonomi, politik, dan teknologi, kemudian dampak buruknya kita mungkin saja kurang bersosialisasi sehingga kurang membina hubungan antara sesama dan selalu berada dalam keterasingan dan hanya berhubungan dengan orang-orang tertentu saja. Benar pandangan Arnold Dashefsk (1976), bahwa kemajuan masyarakat telah menimbulkan tingkat keterasingan yang tinggi secara perseorangan dan perubahan besar secara sosiokultural, yang mendorong orang-orang mencari sumber keamanan yang bersifat nostalgic, hangat, dan menyenangkan, misalnya kelompok etnik mereka.

Dalam kaitan inilah, lebaran, mudik dan halal bihalal yang berlangsung semarak dinegeri kita adalah suatu sarana untuk menghindarkan diri kita dari keterasingan. Lebaran sebagai terapi modernitas, yaitu sejumlah penyakit jiwa yang diderita manusia modern, manusia yang mengalmi proses modernisasi, yang terlibat dalam materialisme, tercabut dari tradisi lama dan berujung pada kebingungan, kelinglungan dan keterasingan dari kampong halaman, karib, kerabat dan masyarakat sekitar.

Secara sosiologis, peraaan lebaran, mdik dan halal bihalal, berfungsi melestarikan identitas keislaman kaum muslimin. Tidak kurang pentingnya, acara itu bagi banyak orang merupakan mekanisme untuk mengukuhkan kembali jati diri (sebagai muslim dan anggota suku trtentu). Maka bias dipahami bila pada hari lebaran orang sering myempatkan diri untuk menziarahi makam orang tua atau leluhur lainnya, ntuk menegaskan kembali “sal-muasal kita”.

Hikma terpenting dari lebaran, mudik dan halal bihalal adalah untuk bersilaturahmi, menumbuhkan tali persaudaraan dan persahabatan yang telah terputus atau mulai rapuh akibat mobilitas social yang kita lakukan dizaman mdern ini. Dalam ilmu komunikasi hal ini merupakan sarana mengefektifkan kembali komunikasi kita dengan manusia lain, khususnya sesama muslim.

Sedangkan silaturahim (menyambung kasih sayang) dengan meminta maaf/melebur dosa merupakan tindakan yang mulia dan dianjurkan oleh agama. Hikmah dari silaturrahim sendiri mempererat kembali tali persaudaraan sesama muslim dan memperkokoh semangat kekeluargaan.


Dengan motif silaturrahim komunikasi akan tersambung kembali yang selama ini putus demi terjalinnya keharmonisan. Yang demikian inilah yang dinamakan hakikat silaturrahim. Nabi saw. Bersabda: "Tidak bersilaturrahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi (yang dinamakan bersilaturrahim adalah) yang menyambung apa yang putus." (Hadis Riwayat Bukhari). Silaturrahim dapat memperbaiki kualitas komunikasi antara sesama.

Mengapa kita perlu memperbaiki kulitas komunikasi kita ? komunikasi telah dihubungkan dengan kesehatan fisik, Stewart menunjukkan : orang yang terkucil secara social cenderung cepat mati. Selain itu kemampuan berkomunikas yang buruk ternyata mempunyai andil dalam penyakit jantung koroner dan kemungkinan terjadinya kematian naik pada orang yang ditinggalkan mati oleh pasangan idupnya (Tubbs dan Moss, 1994:5).

Korelasi positif antara komunikasi yang efektif (tulus, hangat dan akrab) dengan usia panjang telah didukung oleh banyak penelitian, dimana orang-orang yang komunikasi kurang efektif tidak suka berteman, memusuhi, mendominasi pembicaraan) perpeluang lebih tinggi menemui kematian pada usia dini disbanding dengan orang-orang yang berprilaku sebaliknya (ramah, suka berteman, berbicara tenang).

Tidak sulit menduga watak manusia, mislnya kita bias melihat reaksi tubuh bagian luar orang yang sedang marah, muka merah, mata melotot, dan sebagainya. Dalam konteks ini orang-orang lebih cepat dibangkitkan da terkena stress. Hal ini membuat mereka menghasilkan lebih banyak hormone stress yang merugikan dan lebih beriseko terkena penyakit jantung.

Sumber :

Nuasa-nuansa Komunikasi oleh Dr. Deddy Mulyana, M.A

http://kampus.okezone.com/read/2010/09/09/95/371476/95/refleksi-idul-fitri-bagi-umat-islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar