Rabu, 26 Juni 2013

Strategi Komunikasi Dengan Pendekatan Kearifan Lokal

Kemajuan TIK telah memudahkan masyarakat mendukung informasi melalui Radio, TV, atau internet dengan segala konsekuensinya. Komunikasi tersebut sudah dicampuri berbagai kepentingan, bisa berbentuk opini publik. Namun demikian ada suatu cara komunikasi yang cukup efektif pencapaiannya kepada masyarakat, yakni dengan pendekatan kearifan lokal, antara lain: media pertunjukan rakyat, seperti di Sumatera Barat, setiap media pertunjukan rakyat diiringi dengan Randai, bahwa pertunjukan rakyat yang berbasis kearifan lokal terasa lebih mengena di hati masyarakat. Sehingga menjadi media yang cukup efektif menyampaikan pesan kepada masyarakat, dengan demikian masyarakat akan banyak yang aktif, begitu juga dengan daerah lain. Seni pertunjukan rakyat tang telah berkembang berabad-abad merupakan khazanah budaya nasional yang memiliki kedudukan dan peran khas di hati masyarakat Indonesia. Kedudukan dan peran yang dimaksud, kata dia, tidak semata-mata sebagai seni dan kebudayaan saja, tetapi juga sebagai produk dan aktivitas budaya yang memiliki potensi sebagai sarana penyebaran informasi, pendidikan, penanaman nilai-nilai budaya, dan kontrol sosial masyarakat. Seni pertunjukan rakyat identik dengan media pertunjukan rakyat (MPR) yang menggunakan kesenian rakyat sebagai media penyampaian informasi secara timbal balik (komunikasi dua arah) yang dinilai efektif dan komunikatif.Dengan kata lain, kata dia, "MPR" merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan kesenian rakyat sebagai media (saluran informasi). Dewasa ini mengingat sebagian besar masyarakat masih hidup di perdesaan dengan tatanan yang lebih berorientasi pada kearifan lokal, maka peran "MPR" dipandang masih efektif.

Upaya menggali kearifan lokal dalam masyarakat untuk membangun harmonisasi dalam komunikasi dan hubungan sosial mendapat sambutan yang antusias dari berbagai elemen masyarakat etnis dan agama. Ini terlihat dari kesepahaman mereka dalam melihat kearifan lokal untuk kedamaian dalam masyarakat, yang sesungguhnya ada dalam setiap etnis, berikut kesimpulan pernyataan : “Setiap etnis memiliki kearifan lokal, baik dalam bentuk pantun, pepatah, pribahasa, ungkapan, adat istiadat dsb (Yusriadi, Suriyanto, Hermansyah & Albertus). Sebagai contoh etnis melayu (umumnya) mempunyai pepatah “di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung” . ungkapan ini sangat populer dalam masyarakat Melayu Kalimantan Barat sebagai keharusan untuk menghormati tata krama, adat istiadat, nilai – nilai anutan dan budaya setempat. Dalam etnis Tionghoa Kalbar juga dikenal ungkapan – pepetah – pribahasa “ jip kang sui suan, jip koi sui nyak” yang artinya kira – kira “ jika masuk sungai harus sesuai belokannya, masuk kampung harus sesuai adat setempat” (Suriyanto). Ungkapan ini juga mengandung pilosofi komunikasi yang saling menghargai, menghormati dan menjunjung perbedaan dalam masyarakat”. Bagian dari kearifan lokal yang harus dipahami oleh setiap kita dalam menciptakan dan memelihara kedamaian dalam komunikasi dan hubungan sosial adalah kemampuan untuk memahami diri kita sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, tidak ada yang dilebihkan satu dengan yang lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah adat, baik dalam bentuk kebiasaan yang ada dalam masyarakat maupun sebagai hukum yang dipatuhi. Sebagai sebuah kebiasaan, ia senantiasa hidup dalam diri dan hubungan sosial masyarakat adat, akan tetapi sebagai hukum yang dipatuhi, adat merupakan kesepakatan yang ditegakkan melalui lembaga adat. Karenanya adat suatu masyarakat (etnis, agama dll) mungkin saja – bahkan pasti memiliki perbedaan dengan masyarakat (etnis, agama) lainnya. Pengertian Kearifan Lokal Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal. Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Beberapa Kearifan Lokal dalam Komunikasi Masyarakat Etnis Madura misalnya memiliki beberapa adat yang baik untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan damai seperti selamatan, acara perkawinan, sunnatan, muharraman dan lain–lain. Dalam hal kesenian juga ada yang namanya ronggeng. Kesemuanya ini terbuka bagi keterlibatan–keikutsertaan etnis–bahkan agama lain sekalipun. Di Kampung Jawa kecamatan Sanggau Ledo, masyarakat setempat yang notabene terdiri dari etnis Jawa, Melayu, Dayak, Bugis & Sunda masih memelihara adat bersama seperti selamatan kampung, yakni upacara sukuran yang diadakan di tengah-tengah kampung dengan menghadirkan tokoh agama, tokoh adat dan suku-suku lain, nanti dipimpin seorang lebai (tokoh agama Islam) sebelum berdoa diberi penjelasan tentang makna selamatan kampung tanda syukur pada Allah dan dijauhkan segala bencana. Masyarakat diwajibkan membawa makanan dan membawa alat-alat untuk mencari nafkah misalnya arit, pisau, parang, cangkul dan lain-lain diadakan setiap tahun sekali di bulan Sapar, sedangkan fungsinya untuk mengingat apa yang diberikan Allah kepada kita semua. Tujuannya untuk mengumpulkan masyarakat kita jadi satu walau berbeda suku, agama tapi kita tetap satu, kemuadian ada tolak balak adalah satu tradisi kampung suku Dayak untuk mengusir hama penyakit tanaman kearifan lokal lainnya adalah Rakik Saman yaitu mengelilingi kampung dengan membawa makanan (supaya kampung kita aman dari segala hal disini bermacam suku, agama boleh ikut untuk kepentingan kampung, fungsinya sama dengan tolak bala dalam budaya orang Melayu. Sedangkan tujuannya untuk menyatukan tiap-tiap suku yang ada di kampung kita ini supaya semangat kebersamaan itu tetap lestari. Sementara itu bagi masyarakat Dayak dusun Jawa juga ada adat yang sangat mendukung terwujudnya kedamaian dalam masyarakat, baik dalam bentuk gawai adat, tahun baru padi, pantak, naik dangau, dau juang dan mangkok merah. Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/11/pengertian-kearifan-lokal.html http://www.antaranews.com/berita/376997/pertunjukan-rakyat-media-efektif-penyampai-pesan http://baimstain.blogspot.com/2009/02/kearifan-lokal-dalam-komunikasi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar