Rabu, 18 Februari 2009

Komunikasi di Masa Krisis

oleh
Dewi. S. Tanti
Krisis merupakan kenyataan yang harus dihadapi setiap organisasi di era globalisasi yang penuh dengan perubahan dan persaingan. Di satu sisi, krisis adalah sebuah momentum yang dapat membuka peluang untuk mencapai sukses, disisi lain krisis dapat membawa organisasi mengarah pada kehancuran.
Dewasa ini, perhatian masyarakat akan arti penting divisi public relation atau humas bagi suatu organisasi atau perusahaan terasa semakin meningkat. Hal ini terjadi karena beragam kegiatan, peristiwa, bahkan kasus yang melibatkan kepentingan masyarakat semakin menuntut hadirnya pengelolaan humas yang handal. Terlebih dalam situasi krisis peran humas menjadi penting dan dibutuhkan oleh pelbagai pihak yang berkaitan dengan organisasi atau perusahaan.
Krisis merupakan kenyataan yang harus dihadapi setiap organisasi di era globalisasi yang penuh dengan perubahan dan persaingan. Di satu sisi, krisis adalah sebuah momentum yang dapat membuka peluang untuk mencapai sukses, disisi lain krisis dapat membawa organisasi mengarah kepada kehancuran. Bahkan tidak sedikit keadaan krisis atau emergency di suatu organisasi membuat reputasi perusahaan turun drastis dan mendapat kecaman dari masyarakat dari masyarakat (Amaborseya 1998 : 3)
Contoh saja, PT KAI, sebagai penyelenggara kegiatan angkutan darat. Banyak kendala yang dihadapi. Mulai dari persoalan keterlambatan jadwal kereta, keamanan dalam kereta, minimnya sarana, pencurian, percaloan tiket, perampokan sampai kecelakaan yang meminta korban tidak sedikit (Kompas, 2001b). Atau yang terbaru dan mungkin rutin terjadi adalah hambatan perjalanan kereta ketika musim hujan dan banjir hingga ancaman longsor.
"Multiplikasi krisis" akan terjadi, ketika sebuah krisis yang tidak sempat diatasi dan belum menemukan pemecahan masalahnya, telah dilahirkan krisis baru sehingga terjadi rangkaian krisis yang berujung pada "mega krisis", besar dengan situasi kompleks serta multidimensional, termasuk di dalamnya krisis komunikasi.
Komunikasi Citra
Salah satu solusi penyelesaian krisis komunikasi menurut Siregar dan Pasaribu (2000:41) adalah penyelenggaraan komunikasi untuk membentuk citra korporasi atau organisasi di mata pihak luar. Komunikasi ini dilakukan dengan harapan terbentuk public relationship sehingga akan terbentuk citra sosial atau social image yang pada gilirannya membentuk citra korporasi di mata pihak luar.
Kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk menumbuhkan saling pengertian antara korporasi atau organisasi dan pihak luar seperti masyarakat luas ini dapat dilakukan oleh pemimpin organisasi atau salah satu bagian atau divisi tersendiri yang biasa dikenal dengan divisi humas bergantung pada besar kecilnya organisasi yang bersangkutan (Kasali, 1995:193)
Kebutuhan Manajemen Krisis
Dimasa-masa sekarang, keahlian komunikasi dalam situasi krisis menjadi mutlak diperlukan oleh divisi humas. Sebab, dalam upaya mengatasi krisis citra, posisi humas sangat strategis (Depari, 1997)
Dalam fungsi manajemen proaktif, humas dapat melakukan upaya memantau trend, kejadian, isu-isu yang timbul dan mengganggu hubungan-hubungan baik penting di perusahaan (Amobarseya, 1998:9). Selain menerapkan prakter proaktif atau antisipasif, humas juga dapat membantu dalam perencanaan penanggulangan krisis serta masukan tentang evaluasi penanggulangan krisis dan setelah krisis membaik.
Memang fungsi humas yang paling krisis adalah penanganan krisis, karena dibutuhkan kemampuan dan kehandalan humas. Humas harus mampu mewakili perusahaan dalam situasi dan risiko. Karena praktisi humas wajib dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan para eksekutif puncak. Setidaknya ada pemberitahuan dan terkoordinasi agar informasi yang akan diberikan ke publik memadai dan berkualitas.
Memetakan Publik
Secara sederhana humas bertujuan mendidik dan memberi informasi untuk menciptakan pemahaman dan pengetahuan masyarakat (Kasali, 1995 : 200). Dalam praktek sehari-hari, kaitan humas dengan dunia jurnalistik, paling tidak bisa dilihat bagaimana ketika humas berusaha menjalin hubungan seakrab mungkin dengan media massa.
Dua hal mendasar yang membedakan keduanya adalah PR cenderung berbicara dari kaca mata perusahaan, sedangkan media mengedepankan kepentingan informasi untuk publik. Karena itu sebelum tindakan dilakukan, tiap organisasi harus mempertimbangkan terlebih dahulu berbagai akibatnya terhadap publik sasaran atau eksternal publik.
Publik bisa berarti konsumen, penyalur, pemasok, pemerintah atau pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap organisasi itu, termasuk pemilik modal, karyawan dan keluarganya, serta masyarakat di sekitarnya. Singkatnya publik dapat diartikan sebagai kelompok-kelompok yang terlibat, mempunyai kepentingan dan dapat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Apalagi dihadapkan pada situasi persaingan yang semakin ketat seperti sekarang, dimana para konsumen dan publik dapat dengan mudah beralih ke organisasi atau perusahaan lain. Disinilah dituntut peran humas yang semakin efektif. Dengan demikian, perhatian terhadap humas harus dicurahkan secara penuh dan dilakukan terus-menerus, dengan dukungan semua pihak dalam organisasi, dan terutama sekali para pimpinan puncak.
Lebih dari itu, humas sebenarnya juga bukan hanya kebutuhan organisasi atau perusahaan saja, namun juga individu bahkan pemerintah. Semua berawal dari citra. Tiap organisasi dan idividu pasti menghendaki agar citra mereka dimata publik seperti yang mereka harapkan. Untuk mengembangkan citra itu, tiap organisasi atau individu harus dapat mengarahkan unsur-unsur potensial yang dapat membentuk opini publik untuk mempengaruhi citra perusahaan. Opini publik dan citra perusahaan tentu saja merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi sukses atau gagalnya suatu organisasi dalam menjalankan aktivitasnya.
Perlu Perencanaan
Ketiadaan perencanaan krisis atau crisis preparedness, baik dalam bentuk prosedur koordinasi komunikasi atau rancangan anggaran belanja dalam penanganan krisis masih terlihat di lembaga-lembaga publik. Saat penyusunan anggaran belanja pihak manajemen tidak memberikan alokasi untuk pengembangan strategi komunikasi divisi humas. Hal ini disebabkan karena acap kali biaya untuk penanganan krisis ini dianggap pengeluaran atau cost tidak dianggap sebagai investasi yang berkaitan dengan penjagaan citra perusahaan secara keseluruhan di mata masyarakat.
Divisi humas lembaga publik sesungguhnya mampu menciptakan citra organisasi yang lebih positif dengan langkah-langkah yang berkelanjutan. Juga merespon semua peristiwa yang signifikan secara ekonomi maupun politik yang berkembang melalui crisis preparedness atau prediksi krisis di awal agenda program dalam satu tahun.
Strategi penanganan krisis yang dilakukan oleh humas lembaga publik selalu berkisar pada strategi defensif, artinya, divisi humas mulai berbuat sesuatu baru ketika terjadi sebuah krisis.
Demikian pula dengan langkah-langkah penanganan krisis selalu terkesan lambat, karena orientasi penanganan krisis lebih banyak dilakukan ke dalam sesuai dengan pemahaman stakeholder kunci yakni pihak manajemen.
Untuk itulah perlu dilakukan penyempurnaan strategi agar tidak menggunakan pendekatan defensif tetapi lebih proaktif bahkan jika memungkinkan antisipatif dengan mel;akukan manajemen komunikasi yang terukur dan terarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar