Selasa, 24 Februari 2009

MENILAI SITUS JEJARING SOSIAL SECARA ADIL

Oleh : Dr. Wahyudi Kumorotomo MPP

Heboh tentang situs jejaring sosial muncul ketika forum Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, konon mengeluarkan fatwa penggunaan Facebook adalah haram. Lalu ramailah pembicaraan bernada pro dan kontra mengenai implikasi fatwa semacam ini. Apakah relevan di tengah zaman yang tanpa bisa dicegah membuat semua orang mesti mengakrabi TIK supaya tetap produktif? Apakah sesungguhnya setiap pihak sudah paham mengenai konsekuensi dan resiko menggunakan situs jejaring sosial semacan FB ini? Tulisan ini tidak bermaksud mengemukakan argumen dari segi fatwa agama, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengajak semua pihak untuk bersikap adil dalam memberi penilaian. Ini penting mengingat bahwa penilaian objektif masih jarang dikemukakan di tengah pro dan kontra tentang maraknya situs jejaring sosial.

Situs jejaring sosial sudah muncul sejak fasilitas web-based interconnection dapat digunakan berkat adanya internet. Sebelum FB, sebenarnya sudah ada situs MySpace, Friendster, Hi5, Flixter, MyLot, dan lain-lain. Masalahnya adalah kalau sebelumnya Friendster penggemarnya terbatas kalangan muda, FB yang datang sejak Februari 2004 itu lebih cepat aksesnya, lebih interaktif, dan akhirnya mampu menarik penggemar dari semua golongan umur di seluruh belahan bumi. Di Indonesia, kendati FB dalam isian disclaimer melarang anak di bawah 13 tahun, tetap saja banyak anak yang mengaksesnya secara intensif. Situs yang diciptakan Mark Zuckerberg ketika masih menjadi mahasiswa di Harvard University itu kini telah menggaet lebih dari 200 juta pengguna aktif. Lalu mulailah kekhawatiran banyak pihak tentang dampak FB. Karena Mark Zuckerberg adalah seorang Yahudi, misalnya, mulailah muncul kekhawatiran dari ulama Muslim tentang pengaruh buruk yang diakibatkannya.

Sebagian besar orang sulit memungkiri bahwa akses ke situs jejaring sosial bisa mengakibatkan kecanduan. Setelah orang memiliki account dalam sebuah situs jejaring sosial, orang pasti akan selalu penasaran untuk mencari dan menambah teman, melihat komentar orang lain, atau mengunggah foto-foto terbaru. Waktu di kantor bisa habis begitu saja tanpa disadari. Untuk hal ini setiap situs punya potensi yang sama. Pemakaian e-mail , Yahoo Messanger, pop up messages, atau bentuk-bentuk instant messaging lain juga merupakan interupsi yang bisa sangat mengganggu pekerjaan computer.

Tentang pemborosan waktu, sudah begitu banyak kasus yang membuktikan adanya kerugian individu atau organisasi karena akses ke jejaring sosial. Begitu banyak sekretaris yang produktivitasnya menurun karena selalu mengutamakan akses ke situs ini. Eksekutif muda juga sering menjadi bebal karena kecanduan situs jejaring sosial. Seorang wanita karir pernah digugat cerai oleh suaminya karena keinginan akses ke situs yang tidak terkendali. Bayangkan, ibu ini di kantor sudah tersita waktunya mengakses FB. Di rumah mulai jarang bicara dengan suami dan anak-anak karena lebih memilih membuka laptop dan meng-update­ informasi di FB. Di tengah perjalanan ke kantor pun, tidak ada waktu untuk ngobrol dengan suami karena ibu ini asyik denga Blackberry-nya mengomentari banyak hal di FB. Pantas saja kalau sang suami ngamuk hingga menggugat cerai.

Yang menjadi soal adalah bahwa aktivitas dengan jejaring sosial itu sering tidak relevan dengan pekerjaan. Di dunia pendidikan, mahasiswa yang kecanduan jejaring sosial merupakan persoalan besar. Konsentrasi mahasiswa dengan kualiah dan tugas-tugasnya jelas terganggu. Itulah sebabnya banyak otoritas perguruan tinggi yang terang-terangan melarang mahasiswanya mengakses jejaring sosial selama berada di kampus atau memblok situs-situs tersebut dari jaringan intranet perguruan tinggi. University of New Mexico pada tahun 2005 melarang akses jejaring sosial bagi mahasiswa. Kalangan perguruan tinggi Kanada juga mempublikasikan kenyataan bahwa lebih dari 24% masyarakat negara itu melihat dampak negatif dari FB.

Para pengguna terkadang tidak sadar bahwa informasi yang disampaikannya ke jejaring sosial bisa merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Informasi tentang status perkawinan yang diisi ”complicated” misalnya, bisa disalahtafsirkan dan pernah menimpa Pangeran William dari Inggris. Belum lagi pemuatan gambar-gambar tendensius, kurang senonoh, serta bentuk-bentuk manipulasi data yang lain hingga kemungkinan terbukanya tindakan kriminal. Orang sering tidak ingat lagi apa yang telah dimuatnya di FB sedangkan orang lain mungkin sudah merekam apa saja kegiatan sehari-harinya. Privasi jelas menjadi masalah besar yang bahkan pihak manajemen FB pun tidak akan mau disalahkan jika terjadi penyalahgunaan.

Kecanduan jejaring sosial juga bisa mengakibatkan masalah psikis. Orang menjadi sangat tergantung hingga seolah hidup tidak lengkap kalau sehari saja tidak membuka account miliknya di situs tersebut. Guy Hoskins menulis di jurnal Helium bahwa ada tujuh dosa besar FB jika orang sudah kecanduan. Ketujuh dosa besar itu adalah rasa malas bekerja (sloth), sifat rakus (greed), iri (envy), dengki (lust), takabur (pride), marah (wrath), dan mengada-ngada (gluttony). Dari pengalaman sehari-hari, segera bisa ditunjukkan efek psikis tersebut. Selain orang menjadi malas mengerjakan hal-hal yang produktif, orang juga menjadi angkuh dan narsis. Pengguna yang sudah punya 219 kawan (friends), misalnya, akan terus tertantang untuk mencari lebih banyak kawann sekedar menunjukkan betapa terkenalnya dia. Rasa kesal dengan kejadian sehari-hari bisa saja ditumpahkan ke FB tanpa terkendali. Demikian pula, karena orang selalu ingin meng-update, yang disampaikan hanya sekadar bertanya ”Apa kabar?” atau ”Loe lagi ngapain?” untuk sekadar dijawab ”Lagi bete nih”. Setiap orang akan selalu gatal untuk mengetik di kolom What do you have in mind tanpa pertimbangan jelas. Mengapa harus memberitahu seluruh dunia hanya untuk menyampaikan kejadian-kejadian kecil yang tidak penting itu? Inilah yang harus dipikirkan kembali sebelum orang mengklik di jejaring sosial.

Bagaimana dengan demam jejaring sosial di antara pegawai negeri? Kalo e-gov diharapkan banyak meningkatkan kinerja pelayanan publik oleh organisasi pemerintah, situs jejaring sosial justru akan segera terasa dampak negatifnya. Mungkin belum banyak pemda yang mampu menyediakan sambungan internet dengan kapasitas broadband bagi semua pegawainya. Tetapi kalau fasilitas ini sudah ada, para pejabat agaknya harus siap dengan kenyataan bahwa pegawai akan asyik dengan FB, Friendster, dan semacamnya. Kinerja pegawai pemerintah yang sudag buruk bisa jadi tambah merosot lagi. Sydney Hazeldon (2008) pernah mengatakan bahwa sesungguhnya kegiatan tak produktif dengan internet bukan hanya menyangkut akses ke jaringan sosial tetapi juga penggunaan email, forum, chatting, mailist, blogging, YouTube, dan RSS feeder secara berlebihan pada jam-jam kantor.

Pelan tetapi pasti, wabah kecanduan jejaring sosial akan melanda para pegawai negeri yang sudah melek IT. Karena itu diperlukan antisipasi dini tentang dampak negatifnya. Di masamendatang, saya terus terang melihat kemungkinan bahwa jejaring sosial dan kegiatan yang tak produktif dengan internet itu bisa menjadi semacam ”patologi birokrasi” yang harus diperangi oleh banyak perumus kebijakan publik di Indonesia.

Bagaimanapun harus diakui bahwa kehadiran situs jejaring sosial juga memberikan manfaat positif. Di antara banyak perusahaan swasta, kini sudah mulai jamak dilakukan rekriutmen terbuka melalui FB. Inovasi ini ternyata bermanfaat untuk mendapatkan pegawai yang teruji kompetensi dan motivasi dengan informasi yang begitu lengkap. Bukan hanya daftar riwayat hidup, tetapi juga foto-foto yang menunjukkan hasil kerja seseorang, serta kesaksian dari orang-orang yang telah bekerja sama dengan calon pegawai yang bersangkutan.

Sebagai ajang untuk memasarkan produk-produk inovatif, keberadaan situs jejaring sosial bisa sangat membantu. Dalam sebuah buku yang berjudul The Facebook Era: Tapping Online Social Networks to Bulid Better Products,, Reach New Audiences, and Sell More Stuff (2009), Clara Shih dengan gambling membuktikan mudahnya sebuah perusahaan yang dikendalikan dari sebuah industri rumah tangga menjangkau begitu banyak pelanggan baru yang begitu jauh dengan menggunakan jejaring sosial. Bagi sebahagiaan pelaku usaha di Indonesia yang berkonsentrasi dalam industri kreatif, pemasaran menggunakan jejaring sosial akan sangat efisien, efektif, dan cepat. Peluang ini membuat para pengusaha industri kecil bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Kuncinya adalah pemanfaatan jejaring sosial atau dengan kata lain kepiawaian meraih peluang dengan TIK.

Dunia pendidikan sebenarnya juga bisa mengambil manfaat dari jejaring sosial jika benar-benar digunakan secara positif. FB yang pada awalnya merupakan ajang temu alumni memang sangat bermanfaat untuk menjaring informasi tentang keberadaan seorang alumni serta kemungkinan bagi adik-adik kelasnya untuk memperoleh pekerjaan yang didambakan. Tracer study tidak perlu dilakukan dengan biaya mahal jika FB dapat dimanfaatkan secara efektif. Beberapa dosen juga menggunakan fasilitas jejaring sosial untuk mendiskusikan apa yang tidak sempat dibahas di ruang kuliah dengan mahasiswa.

Manfaat yang spektakuler dari keberadaan jejaring sosial adalah kemampuannya untuk menjadi agen perubahan sosial jika disertai dengan tujuan-tujuan yang postitif. Contoh yang paling nyata adalah inisiatif Alex Bookbinder, seorang mahasiswa University of Columbia yang memobilisasi dukungan terhadap penentangan junta militer di Myanmar dengan membuka kelompok di FB yang diberi nama Support the Monks’ Protest in Burma. Anggota grup ini berkembanga terus dari puluhan menjadi lebih dari 400.000 orang. Simpati kepada rakyat Myanmar yang tertindas itu diwujudkan dari sekadar mengirimkan ucapan hingga membentuk leembaga penggalangan dana (fund-raiser) yang menyalurkan bantuan langsung kepada mereka. Meskipun pemerintah Myanmar berusaha keras membungkam pers dalam negeri dan menutup semua informasi keluar, protes damai para bhiksu dan dukungan global hampir saja menggoyahkan rezim militer di negara ini. Dukungan anggota jejaring sosial mungkin juga bisa ditunjukkan guna mencegah tindakan represif terhadap Aung San Suu Kyi yang kini dipenjara oleh junta militer Myanmar.

Hal yang serupa dilakukan sebuah komunitas untuk menentang penindasan pemerintah China terhadap penduduk Tibet. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Stundets for a Free Tibet (SFT) kini semakin melonjak dalam hal keanggotaan dan jumlah dana yang dikumpulkan. Untuk kegiatan-kegiatan sosial yang bermaksud membawa perubahan global, para penggiat lingkungan, kesetaraan gender, pencegahan pemanasan global juga dapat memanfaatkan situs jejaring sosial secara efektif. Sebuah ”komunitas global” semacam ini tidak mungkin terwujud sebelum adanya situs jejaring sosial. Berkat adanya Message All Members, moderator dapat menjangkau dan menyampaikan pesan ke ribuan hingga jutaan anggotanya dengan sekali klik.

Sementara itu, para politisi semakin menyadari begitu efektifnya situ jejaring sosial bagi kampanye dan penyampaian program-program mereka. Di Indonesia, sekarang ini hampir semua politisi punya account di FB, Friendster dan membuat blog sebagai sarana kampanye di samping cara-cara konvensional melalui media massa. Mereka bahkan tidak ragu-ragu menyewa tenaga TIK profesional untuk memoles penampilan dan program-program mereka. Presiden SBY, Jusuf Kalla, Megawati beserta pasangannya masing-masing sudah memiliki blog dan group di situs jejaring sosial dengan pendukung yang jumlahnya jutaan. Tidak pelak lagi, situs jejaring sosial merupakan media alternatif bagi dunia politik. Di Amerika Serikat, bahkan presiden Barrack Obama terang-terangan mengakui betapa pentingnya peran blog dan situs jejaring sosial untuk menggalang dana, mendongkrak popularitas dan memenangi pilpres di negara itu.

Jika sekarang sebagian ulama mengharamkan penggunaan FB dan situs jejaring sosial, apakah akan efektif ditaati dan memang fatwa itu punya landasan yang kuat? Jawaban atas pertanyaan ini tidak mudah. Sulit membayangkan bagaimana relasi fatwa itu apabila ternyata banyak dari ustadz dan ulama kita juga menggunakan situs jejaring sosial di internet untuk menyampaikan syiar agama, meneguhkan ukhuwah diantara umat, serta menjaring infaq dan zakat melalui internet.

Satu-satunya kesimpulan yang dapat diambil dari demam pengguna situs jejaring sosial adalah bahwa tidak ada jawaban hitam putih. Penggunaan situs jejaring sosial sebenarnya tidak ada bedanya dengan penggunaan teknologi lainnya. Manfaat dan mudharatnya tergantung sikap dan tujuan dari pemakainya. Seperti pepatah lama, teknologi ibarat pisau bermata dua. Ia bisa digunakan untuk bekerja lebih produktif dan memberi banyak manfaat, tetapi juga bisa dipakai melukai dan bahkan membunuh diri sendiri.

Kita bisa ambil analog dengan pemakaian teknologi ponsel yang sudah menjadi gadget atau kelengkapan yang lumrah bagi semua kalangan di Indonesia. Tanpa membawa ponsel, banyak pelaku usaha yang mungkin akan kehilangan peluang bisnis. Masyarakat juga semakin produktif karena ponsel telah membantu banyak kegiatan pejabat dan pegawai pemerintah. Bentuk-bentuk mobile computing yang sangat menunjung pelayanan publik bisa terwujud karena adanya teknologi seluler. Tapi sebagian orang juga prihatin dengan banyak rapat di kantor yang kurang efektif karena tiap orang sibuk menjawab telepon yang tidak henti-hentinya berdering mengganggu jalannya rapat. Kita juga prihatin dengan anak-anak sekolah yang kecanduan ringtone atau saluran khusus berbayar hingga konsentrasi belajar mereka terganggu. Pada saat yang sama, kepolisian semakin sering melaporkan kecelakaan mobil fatal karena pengemudinya asyik menjawab panggilan ke ponsel ketika sedang mengemudi. Di beberapa kota, banyak kejadian anak muda yang tewas kecelakaan karena mengirim SMS sambil mengendarai motornya.

Penggunaan FB dan situs jejaring lainnya sama seperti analogi penggunaan ponsel. Semua pihak perlu menyadari kerugian dari hilangnya waktu dengan jejaring sosial dan bahaya penggunaan informasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tetapi betapapun situs jejaring sosial bisa memberi manfaat yang luar biasa jika dipergunakan untuk tujuan-tujuan positif. Sikap paranoid sebenarnya tidak perlu jika orang memahami fitur-fitur teknologi tersebut. Sementara itu, kita tidak bisa begitu saja apriori terhadap penggunaan TIK ini. Saya termasuk yang khawatir dengan pengaruh buruk FB hingga bersikeras untuk tidak membuka account meskipun begitu banyak orang telah meng-invite saya. Tapi belakangan saya juga khawatir jika sama sekali tidak memiliki account. Saya khawatir dengan kemungkinan adanya orang yang justru membuka account dengan nama saya dan menggunakannya untuk black campaign atau untuk maksud-maksud buruk lainnya. Akhirnya saya juga membuka account sekadar untuk mencegah kemungkinan itu seraya mengetahui fitur-fitur yang ditawarkan di dalamnya. Saya tentunya salut dengan orang-orang yang bisa memanfaatkan situs jejaring ini untuk tujuan-tujuan yang positif dan kemaslahatan banyak orang. Bagaimana dengan Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar